Penulis: Ir. Vickner Sinaga, MM (BOD PLN 2009-2014, Penerima Setya Lencana Pembangunan Presiden RI)
Berandanusantara.co.id– Tiba-tiba saja timbul keinginan napak tilas di propinsi Pancasila itu, di Sumatera Utara memang banyak kenangan tercipta. Lahir, Sekolah SD, SMP, SMA di Sidikalang. Kuliah di USU, Medan. Insinyur listrik, gelar akademiknya. Secara struktur formal tidak pernah bekerja di daerah ini.
Kuingat saat pak Sukoyuwono, bagian formasi PLN, menyodorkan 8 pilihan tempat tugas pertamaku. Sumatera Utara tidak termasuk diantaranya. Namun bertugas ad hoc, ya seakan takdir, tak sengaja. Kampung halaman memanggil Saat genting.
Sebagai Ketua Pengawas Unit Business PLN Sumatera bagaian utara (Sumbagut). Tugasnya seperti komisaris di anak perusahaan. Unit Distribusi Aceh, Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau, ada dibawah kendaliku. Itu di kurun waktu tahun 2007 s/d 2009. Termasuk juga didalamnya, Unit Pembangkitan dan Pembangunan, berkantor di PLN Pusat, Jakarta.
Tugas paling krusial namun terhormat adalah memimpin penyelamatan krisis listrik Sumbagut. Masa-masa giliran gelap itu. Posko nya di kawasan Glugur, Medan. Praktis, kala itu bolak balik Medan – Jakarta, menjadi rutinitas.
Napak tilas kumulai di kota pelabuhan Belawan. Tempat dulu satu pembangkit besar, PLTG Lot 3, berkapasitas 105 MW kami bangun, nendang. Beroperasi lebih cepat dari standar, kelas jumbo. Hampir sebesar PLTA raksasa Jatiluhur yang fenomenal itu.
Berfoto sejenak di depan ruang kontrol, mesin GE pembangkit buatan USA. Lanjut berbagi pengetahuan buat 40 an peserta, di ruang proklamasi. Diakhiri makan siang di restoran pinggir pantai, kota pelabuhan itu. Variasi masakan ikan laut, menjadi menu wajib. Tapi kali ini ada bonus, ada tersaji kue ulang tahun. Terima kasih pak Handoko dan kawan-kawan yang menyediakannya buat isteriku, di tanggal 17 bulan Juli itu.
Belawan kami tinggalkan, berkendara ke arah barat. Tiba di kota Sidikalang, kota kelahiranku. Menginap di Hotel Berristera yang kami bangun bersama rekan seangkatan di SMA, tahun 1997. Beroperasi tahun 1998, hingga kini. Sebuah legacy, karena menjadi tempat kerja praktek para siswa SMK Pariwisata yang dibangun kemudian. Mampirlah disana, dan sapalah mereka yang butuh perhatian.
Karyawannya, semuanya, anak yatim, piatu atau yatim piatu. Bersehati mengurus hotel 64 kamar itu. Inilah bentuk edukasi dan kepeduliaan kami buat sesama di kampung halaman. Terutama buat kaum papa, yang berketerbatasan.
Lanjut, mengikuti ibadah Minggu di HKI Panji Dabutar. Kupimpin menyanyikan lagu “Nang Gumalunsang Angka Laut”, artinya, meski laut menggelora, meski lelah, namun masih ada energi tersisa. Sore itu juga meluncur ke selatan. Tiba di kota Sibolga tengah malam.
Senin, esoknya berbagi pengetahuan dengan 40 an peserta. Sebagian melalui zoom dengan kepala unit di lapangan. Mengunjungi PLTA Sipan Sihaporas, PLTA unik karena dua unitnya kaskade, serial, total 50 MW. Salah satu andalan saat mengatasi krisis listrik Sumatera bagian utara, dua windu lalu. Kari kambing ternyata menu unggulan di malam harinya di pinggir laut, pelabuhan Sibolga. Esoknya jadwal terbang balik ke Jakarta, via Bandara Silangit. Terimakasih pak Aries, atas pelayanan prima yang kami terima selama di Sibolga.
Bangun subuh, sesuai ritme tubuh, kuhubungi sosok kharismatik, pemimpin gereja terbesar, Gereja 8 juta umat, HKBP Beruntung. Selaku mitra setia selama ini, disambut baik dan mengundang mampir di kantor pusat HKBP di Pearaja, Tarutung. Tiba pukul sepuluh pagi. Mengajakku ngobrol sambil duduk di sofa. Ada kemistri yang sama, terbukti dari tos tanda sepakat, hingga tiga kali. Maklum sama sama pernah di didik di Jerman. Waktu 45 menit itu serasa kurang. Masih dengan posisi duduk, kuserahkan empat dari lima buku karyaku.
Ayo kita foto lagi, ujar ephorus HKBP, Robin Butar Butar sambil berdiri, saya akan posting, kunjungan penting ini, lanjutnya. Paska beliau mendoakan khusus keluarga puteriku Rahel/ Erikson Siregar yang mendambakan keturunan, juga mendoakan pelayanan zending HKBP, masyarakat Dairi. Serta rencana kelanjutan pengabdian kami dan ephorus yang akan pensiun di waktu dekat ini.
Mobil bergerak menuju bandara Silangit. Tepat waktunya, saat penumpang dipanggil untuk masuk ruang tunggu. Tengah hari pesawat yang kami tumpangi terbang menuju Jakarta. Mendarat 100 menit sesudahnya di bandara Internasional Soetta Tangerang. Napak tilas di tiga pelabuhan laut dan udara berlalu. Namun kenangan saat memimpin penyelesaian krisis di Sumatera Utara, sudah menjadi bagian sejarah. Plus tambahan kenangan baru ini, tak akan hilang ditelan zaman. (VS)