
BERANDANUSANTARA.CO.ID, Sengketa Blok Ambalat menjadi salah satu konflik perbatasan maritim yang paling menonjol dalam hubungan Indonesia dan Malaysia. Wilayah ini terletak di Laut Sulawesi, di sebelah timur Kalimantan, dan dikenal kaya akan potensi minyak serta gas bumi. Letaknya yang strategis sekaligus bernilai ekonomi tinggi membuat Blok Ambalat menjadi pusat klaim tumpang tindih yang belum sepenuhnya terselesaikan hingga saat ini.
Awal Mula Konflik
Permasalahan Ambalat mulai mencuat pada awal 2005 ketika pemerintah Malaysia, melalui perusahaan migas nasional Petronas, memberikan konsesi eksplorasi kepada Shell di kawasan yang disebut sebagai Blok ND6 dan ND7. Kedua blok tersebut berada di perairan yang oleh Indonesia disebut sebagai Blok Ambalat. Tindakan Malaysia memicu protes keras dari Indonesia karena wilayah itu diklaim berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS) 1982.
Perselisihan ini sesungguhnya berakar dari belum tuntasnya penetapan garis batas laut antara kedua negara di Laut Sulawesi. Kondisi ini diperparah oleh keputusan Mahkamah Internasional (MI) pada 2002 yang memenangkan Malaysia dalam sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Meskipun keputusan tersebut hanya mengatur status kedua pulau, Malaysia menganggapnya memperkuat klaim mereka atas perairan di sekitarnya. Indonesia menolak pandangan itu, menegaskan bahwa kemenangan Malaysia atas Sipadan-Ligitan tidak serta-merta memberikan hak atas wilayah laut Ambalat.
Ketegangan di Laut
Sejak Malaysia memberikan konsesi eksplorasi, suasana di perairan Ambalat memanas. Kapal patroli TNI AL dan kapal Angkatan Laut Diraja Malaysia beberapa kali terlibat aksi saling usir. Dalam beberapa insiden, kedua pihak sempat berhadapan dalam jarak dekat yang berpotensi menimbulkan benturan fisik. Meski tidak sampai menimbulkan korban jiwa, ketegangan ini menyoroti betapa rawannya sengketa perbatasan yang menyangkut kepentingan strategis dan sumber daya alam.
Media di kedua negara turut memperbesar eskalasi isu ini. Di Indonesia, pemberitaan Ambalat memunculkan gelombang nasionalisme dengan seruan mempertahankan kedaulatan hingga titik darah penghabisan. Di sisi lain, media Malaysia juga mengangkat isu kedaulatan nasional yang tidak boleh diganggu. Situasi ini sempat mengancam hubungan diplomatik kedua negara yang sebelumnya relatif stabil.
Upaya Diplomasi dan Perundingan
Menghadapi potensi konflik yang semakin panas, pemerintah Indonesia dan Malaysia melakukan berbagai pertemuan bilateral untuk mencari solusi damai. Sejumlah mekanisme diplomasi ditempuh, mulai dari pertemuan teknis, dialog tingkat menteri, hingga pertemuan pemimpin negara. Fokus utama pembahasan adalah penentuan batas maritim yang jelas di Laut Sulawesi, termasuk wilayah yang menjadi tumpang tindih klaim di Blok Ambalat.
Meski sudah berlangsung hampir dua dekade, penyelesaian sengketa ini belum mencapai titik final. Kedua negara belum menandatangani kesepakatan batas laut yang definitif karena masih adanya perbedaan pandangan terkait dasar klaim masing-masing. Namun, kesepakatan untuk tidak menggunakan kekerasan dan tetap mengutamakan jalur diplomasi berhasil meredam potensi konflik terbuka.
Aspek Hukum Internasional
Dalam konteks hukum laut internasional, klaim Indonesia terhadap Ambalat didasarkan pada UNCLOS 1982, di mana negara berhak mengelola sumber daya dalam Zona Ekonomi Eksklusif sejauh 200 mil laut dari garis pantai. Sementara itu, klaim Malaysia lebih banyak mengacu pada konsep batas landas kontinen yang mereka tarik dari wilayah Sabah. Perbedaan metode penarikan garis batas inilah yang menjadi sumber tumpang tindih klaim.
Para pakar hukum laut menilai bahwa sengketa ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan klaim historis atau keputusan Mahkamah Internasional terkait pulau di sekitarnya. Diperlukan perundingan khusus atau arbitrase internasional jika kedua negara tidak mencapai kesepakatan bersama.
Dampak bagi Kedua Negara
Sengketa Ambalat memberikan sejumlah dampak penting. Dari sisi keamanan, kedua negara meningkatkan patroli di perairan sengketa, yang memerlukan anggaran besar dan potensi risiko konfrontasi. Dari sisi ekonomi, ketidakpastian status wilayah membuat eksplorasi migas tidak bisa dilakukan secara maksimal karena investor enggan mengambil risiko hukum. Sementara dari sisi hubungan bilateral, konflik ini menjadi ujian serius bagi kerja sama Indonesia-Malaysia yang selama ini terjalin di berbagai sektor.
Pelajaran dari Sengketa Ambalat
Kasus Blok Ambalat menegaskan bahwa penetapan batas maritim menjadi isu penting yang tidak bisa diabaikan, terutama di kawasan dengan sumber daya melimpah. Sengketa ini juga menjadi pengingat bagi Indonesia untuk memperkuat diplomasi internasional sekaligus meningkatkan kehadiran negara di wilayah perbatasan melalui patroli rutin dan pembangunan infrastruktur pendukung.
Meski belum sepenuhnya terselesaikan, kedua negara kini memilih pendekatan damai dengan mengutamakan dialog. Ke depan, penyelesaian sengketa Ambalat diharapkan dapat menjadi contoh penyelesaian konflik perbatasan yang konstruktif, tanpa harus mengorbankan hubungan baik antarnegara bertetangga.