Ambalat: ‘Harta Karun’ di Laut Sulawesi yang Bikin Indonesia–Malaysia Panas Dingin

Ilustrasi, Foto : Pexel.com

BERANDANUSANTARA.CO.ID, TARAKAN — Sengketa Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali memanas. Malaysia secara resmi menolak penggunaan istilah “Ambalat” dan bersikeras menyebut wilayah tersebut sebagai Laut Sulawesi, sebuah langkah yang memicu reaksi dari pemerintah Indonesia.

Pernyataan tegas itu disampaikan Menteri Luar Negeri Malaysia, Mohamad bin Hasan, pada 5 Agustus 2025. Ia menegaskan, penamaan “Laut Sulawesi” akan digunakan di seluruh dokumen resmi dan peta nasional Malaysia, menggantikan istilah “Ambalat” yang dianggap memperkuat klaim kedaulatan Indonesia.

Blok Ambalat terletak di Laut Sulawesi, di perbatasan maritim Indonesia–Malaysia. Secara geografis, wilayah ini berada di selatan Sabah (Malaysia) dan utara Kalimantan Timur (Indonesia). Letaknya yang strategis dan kaya sumber daya membuatnya menjadi titik panas sengketa sejak puluhan tahun lalu.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, Blok Ambalat dikelola perusahaan migas asal Italia, ENI, sejak 2009 dengan produksi minyak mencapai 30.000–40.000 barel per hari. Potensi totalnya diperkirakan mencapai 62 juta barel minyak (setara 9,9 juta m³) dan 348 juta m³ gas alam. Besarnya cadangan energi inilah yang menjadi alasan strategis di balik perebutan klaim.

Menanggapi sikap Malaysia, Presiden Prabowo Subianto menegaskan Indonesia akan menempuh jalur diplomasi. Dalam pernyataannya kepada media usai menghadiri acara di Bandung pada 7 Agustus 2025, Prabowo mengatakan:

“Ya kita cari penyelesaian yang baik, yang damai, ada itikad baik dari 2 pihak. Intinya kita mau penyelesaian yang baik.”

Pertemuan antara Prabowo dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pada Juli 2025 memang tidak secara gamblang membahas Ambalat, namun keduanya sepakat menjaga hubungan baik antarnegara.

Sengketa Ambalat sendiri bukan hal baru. Ketegangan pernah mencapai puncaknya pada 2005 ketika kapal patroli kedua negara berhadapan langsung di perairan tersebut. Indonesia berpegang pada ketentuan UNCLOS yang mengakui Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) RI, sementara Malaysia mengacu pada peta nasional tahun 1979 dan putusan Mahkamah Internasional 2002 terkait Sipadan–Ligitan sebagai dasar klaimnya.

Meski ombak di Laut Sulawesi tampak tenang, arus diplomasi di bawah permukaannya tetap deras. Selama belum ada kesepakatan resmi, Blok Ambalat akan terus menjadi persimpangan antara kepentingan energi, hukum internasional, dan politik kawasan.(HI)